Selasa, 16 Mei 2017

Kebijakan Kelembagaan Pendidikan Islam pada Zaman Rasulullah Hingga Perkembangan Zaman Sekarang



KEBIJAKAN KELEMBAGAAN PENDIDIKAN ISLAM PADA ZAMAN RASULULLAH HINGGA PERKEMBANGAN ZAMAN SEKARANG
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Politik Dan Kebijakan Pendidikan Islam Di Indonesia
Semester Genap Tahun Ajaran 2016/2017






Oleh :
M. Rohmad Wahyudi
NIM :
168610800016
Dosen Pembimbing :
DR. ISA ANSORI, DRS., M.SI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
MANAJEMEN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
2016
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah ini telah disetujui dan disahkan sebagai tugas semester genap tahun akademik 2016/2017. Dosen pembimbing makalah Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, dan hasilnya dapat diterima

Pada tanggal
………………………………………………..
Mengesahkan
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Dosen

DR. ISA ANSORI, DRS., M.SI








KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Sejarah Pendidikan Islam. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw, yang telah membimbing umatnya ke jalan yang benar dan diridhai-Nya.
Penyusunan makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah “Politik dan Kebijakan Pendidikan Islam” yang mana isinya membahas “Kebijakan Kelembagaan Pendidikan Islam Pada Zaman Rasulullah Hingga Zaman Sekarang ”. Tak lupa juga kami sampaikan terima kasih kepada dosen DR. ISA ANSORI, DRS., M.SI yang telah memberikan tugas kepada kami. Dan juga kami ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Kami menyadari dalam proses penyusunan makalah ini tidak lepas dari hambatan dan rintangan, yang mana banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Dan kami menyadari juga, keterbatasan-keterbatasan yang kami miliki. Kami mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan makalah ini.
Syukran katsiir, semoga kebaikan ini selalu mendapat balasan amal shalih dan diridhai Allah SWT. Semoga makalah ini dicatat sebagai suatu amal ibadah dan bermanfaat.
Sidoarjo, Desember 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . i
LEMBAR PENGESAHAN . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ii
KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .  . . . .  . . . . . . . . .iii
DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .iv
BAB I PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .5
A.    Latar Belakang Masalah. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .  .. . . . . . . . . .. . . . . . 5
B.     Rumusan Masalah. . . . . . . . . . . . . . .  . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .6

BAB II PEMBAHASAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .7
A.    Bagaimana kebijakan kelembagaan pada zaman rasulullah  . . . . . ..  .. .8
B.     Bagaimana kebijakan kelembagaan pada zaman Khulaur Rasyidin.  . . 9
C.     Bagaimana kebijakan kelembagaan pada zaman sekarang .. . . .. . . . . 11
BAB III ANALISIS  . . . .. . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . .15
BAB IV PENUTUP . . .. . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . .18
DAFTAR PUSTAKA






BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Mempelajari materi sejarah pendidikan Islam sangatlah penting, terutama bagi pelajar yang menempuh pendidikan agama Islam dan pemimpin-pemimpin Islam. Dengan memp[elajari sejarah pendidikan Islam baik dari segi kebijakan kelembagaan, atau sebab kemajuan dan kemunduran Islam, mulai dari zaman rasulullah hingga perkembangan pendidikan Islam pada zaman sekarang.
Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses pembuatan keputusan-keputusan penting organisasi, termasuk identifikasi berbagai alternatif seperti prioritas program atau pengeluaran, dan pemilihannya berdasarkan dampaknya. Kebijakan juga dapat diartikan sebagai mekanisme politis, manajemen, finansial, atau administratif untuk mencapai suatu tujuan eksplisit.[1] Pendidikan sebagai suatu sistem tidak bisa dilepaskan dari kondisi politik. Antara politik dan pendidikan Islam terjalin hubungan yang erat. Berubah-ubahnya kebijakan politik dapat mempengaruhi pelaksanaan pendidikan Islam diantaranya madrasah. Dan pendidikan Islam mengalami kemunduran disebabkan oleh kebijakan politik. Dengan demikian kebijakan politik dan pendidikan tidak dapat dipisahkan.
Sebagai umat Islam, hendaknya kita harus mengetahui bagaimana kebijakan kelembagaan pendidikan Islam pada zaman rasulullah, yang mana terdapat dua periode. Yaitu periode Makkah dan periode Madinah. Periode Makkah, Nabi Muhammad Saw lebih konsentrasi pada pembinaaan moral dan akhlak serta tauhid kepada masyarakat Arab yang bermukim di Makkah. Dan periode Madinah Rasulullah Saw melakukan pembinaan dibidang social politik. Dari sinilah Islam berkembang pesat.
Selanjutnya kebijakan kelembagaan pendidikan Islam di Indonesia tidak dapat lepas dari perkembangan sejarah bangsa Indonesia dari masa penjajahan hingga masa sekarang (reformasi). Lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti pesantren, Madrasah, Surau, dan semacamnya mempunyai andil besar terhadap proses pemerdekaan bangsa dari belenggu penjajah. Lembaga pendidikan dianggap sebagai symbol perlawan Kolonial Belanda melalui tekanan dan pembatasan yang sangat ketat dan kolonial Jepang dengan pengendalian.
Hal ini dapat dilihat di lembaga pendidikan pesantren. Pesantren pada saat itu sepenuhnya menjaga jarak dengan pemerintah kolonial, baik secara lokasi maupun orientasi pendidikannya. Lokasi pesantren pada umumnya terletak di daerah-daerah yang jauh dari pusat-pusat pemerintahan dan desa terpencil, sedangkan pendidikan pesantren lebih berorientasi pada pembinaan mental-keagamaan. Posisi pesantren dalam hal ini menjadi benteng pertahanan ummat atas penetrasi penjajah dalam bidang pendidikan. Pendidikan Islam hingga masa Orde Baru tetap mendapatkan perlakukan yang diskriminatif dan kurang mencerminkan asas keadilan.
Dengan demikian, dengan adanya kebijakan suatu pendidikan akan berjalan dengan baik sesuai dengan visi dan misi dari pada tujuan pendidikan tersebut. Oleh karena itu, kebijakan dalam suatu kelembagaan sangatlah penting.
B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan kesenjangan antara yang diharapkan dengan yang terjadi, sedangkan rumusan masalah adalah suatu pertanyaan yang akan dicarikan jawaban melalui pengumpulan data.[2] Makalah akan membahas tentang;
1.      Bagaimana kebijakan kelembagaan pendidikan pada zaman rasulullah ?
2.      Bagaimana kebijakan kelembagaan pendidikan pada masa khulafaurrasyidin ?
3.      Bagaimana kebijakaan kelembagaan pendidikan yang ada di Indonesia ?







BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kebijakan Kelembagaan Pendidikan Pada Zaman Rasulullah Saw
Untuk melaksanakan fungsi utamanya sebagai pendidik, Rasulullah Saw telah melakukan serangkaian kebijakan yang amat strategis serta sesuai dengan situasi dan kondisi. Proses pendidikan pada zaman Rasulullah berada di Makkah belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Karena pada saat itu Nabi Muhammmad Saw belum berperan sebagai pemimipin atau kepala Negara, bahkan beliau dan para pengikutnya berada dalam bayang-bayang ancaman pembunuhan dari kaum kafir Quraisy.
Rasulullah Saw menyampaikan ilmu terlebih dahulu kepada keluarga terdekat seperti isterinya Khadijah, sepupunya Ali bin Abi Thalib dan beberapa orang terdekat dengan rasulullah. Kaidah ilmu yang digunakan ketika penyampaian ilmu adalah secara lemah lembut agar orang-orang di sekitar tertarik untuk belajar kepada Rasulullah Saw.
Selama di Makkah pendidikan berlangsung dari rumah ke rumah secara sembunyi-sembunyi. Di antaranya yang terkenal adalah rumah Al-Arqam. Langkah yang bijak ini dilakukan Nabi Muhammad SAW pada tahap awal. Hal ini adalah dilakuakan para pengikutnya untuk menampakkan keIslamannya dalam berbagai hak.tidak menemui mereka kecuali dengan cara sembunyi-sembunyi dalam mendidik mereka.
Setelah masyarakat Islam terbentuk di Madinah, barulah pendidikan Islam dapat berjalan dengan leluasa dan terbuka secara umum.dan kebijakan yang telah dilakukan Nabi Muhammmad ketika di Madinah adalah:
1.  Membangun masjid di Madinah. Masjid inilah yang selanjutnya digunakan sebagai pusat kegiatan pendidikan dan dakwah.
2. Mempersatukan berbagai potensi yang semula saling berserakan bahkan saling bermusuhan. Langkah ini dituangkan dalam dokumen yang lebih popular disebut piagam Madinah. Dengan adanya piagam tersebut terwujudlah keadaan masyarakat yang tenang, harmonis dan damai.[3]
                                                                                                  
B.     Kebijakan Kelembagaan Pendidikan Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidin
1.      Masa Khalifah Abu Bakar As-Siddiq (632-634)
Pelakasanaan pendidikan Islam pada masa ini adalah sama dengan Pendidikan Islam yang dilaksanakan pada zaman Nabi baik materi maupun lembaga pendidikannya.
2.      Masa Umar bin Khatab (13-23 H / 634-644 M)
Pelaksanaan pendidikan di masa Kalifah Umar bin Khatab lebih maju, sebab selama Umar memerintah negara berada dalam keadaan stabil dan aman, hal ini disebabkan di samping telah ditetapkannya masjid sebagai pusat pendidikan, juga telah terbentuknya pusat-pusat pendidikan Islam di berbagai kota  dengan materi yang dikembangkan, baik dari segi ilmu bahasa, menulis dan pokok ilmu-ilmu lainnya. Pendidikan dikelola di bawah pengaturan gubernur yang berkuasa saat itu, serta diiringi kemajuan di berbagai bidang seperti kepolisian, pos dan lain-lain. Adapun sumber gaji para pendidik pada waktu itu diambilkan dari daerah yang dilakukan dan dari baitul mal.
3.       Masa Khalifah Utsman bin Affan
Pada masa khlifah ini tidak banyak terjadi perkembangan  pendidikan, kalau dibandingkan denagn masa Umar bin Khatab, sebab pada masa khalifah Utsman urusan pendidikan diserahkan saja kepada rakyat. Dan apabiula dilihat dari segi kondisi pemerintahan Utsman banyak timbul pergolakan dalam masyarakat sebagai akibat ketidaksenagan mereka terhadap kebiajakan Utsman yang mengangkat kerabatnya menjadi jabatan tertinggi di dalam pemerintahannya.
4.      Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H / 656-661 M)
Pelaksanaan pendidikan di masa Ali telah terjadi kekacauan dan pemberontakan, sehingga di masa ia berkuasa pemerintahanyya cenderung tidak stabil. Dengan kericuhan politik kegiatan pendidikan Islam mendapat hambatan dan gangguan. Pada saat itu Ali tidak sempat lagi memikirkan masalah pendidikan sebab keseluruhan perhatiannya ditumpahkan pada masalah keamanan dan kedamaian bagi masyarakat Islam. Dengan demikian, pola pendidikan pada masa khulafaur rasyidin tidak jauh berbeda dengan masa Nabi yang menekan pada pengajaran baca tulis dan ajaran-ajaran yang bersumber pada Al-Qur’an dan hadits Nabi.

C.    Kebijakan Kelembagaan Pendidikan Islam Pada Zaman Sekarang Khususnya Di Negara Indonesia.

Pola dan kebijakan pendidikan Islam di Indonesia tidak dapat lepas dari apa yang diilustrasikan pada kebijakan pemerintah Belanda yang saat itu menguasai Indonesia, hal ini berawal dari dunia perdagangan. Pemerintah kolonia Belanda memperkenalkan sekolah-sekolah modern menurut sistem persekolahan yang berkembang di dunia Barat, sedikit banyak mempengaruhi sistem pendidikan Indonesia, yaitu pesantren. Padahal diketahui bahwa pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan formal di Indonesia sebelum adanya kolonia Belanda, justru sangat berbeda dalam sistem dan pengolaannya dengan sekolah yang diperkenalkan oleh Belanda.
Hal ini dapat dilihat dari terpecahnya dunia pendidikan di Indonesia pada abad 20 M menjadi dua golongan, yaitu: 1. pendidikan yang diberikan oleh sekolah Barat yang sekuler yang tidak mengenal ajaran agama, 2. Pendidikan yang diberikan pondok pesantren yang hanya mengenal agama saja. Dengan kata lain menurut istilah Wirjosukarto yang dikutip oleh Muhaimin, pada periode tersebut terdapat dua corak pendidikan, yaitu corak lama yang berpusat pondok pesantren dan corak baru dari perguruan sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah Belanda. Pendidikan yang dikelola Belanda khususnya berpusat pada pengetahuan dan ketrampilan duniawi yaitu pendidikan umum, sedangkan pada lembaga pendidikan Islam lebih menekankan pada pengetahuan dan ketrampilan yang berguna bagi penghayatan agama.[4]
Dengan terpecahnya dunia pendidikan menjadi dua corak yang sangat berbeda, tentunya tidak akan mendatangkan keuntungan bagi perkembangan masyarakat Indonesia bagi masa yang akan datang, bahkan akan merugikan masyarakat muslim sendiri. Di suatu sisi dipandang perlu untuk mengetahui perkembangan dunia luar tekhnologi, di sisi lain juga diperlukan adanya pemahaman keagamaan yang telah ditanamkan jauh hari sebelum Belanda datang dengan pendidikan pesantren.


Sementara pada sekolah Belanda hanya orang-orang dari kalangan tetentu yang bisa mengikutinya, sedang untuk kalangan bawah tidak bisa mendapatkan pendidikan, sehingga ada sebagian diantara rakyat Indonesia yang masih tidak bisa baca tulis, karena tidak mendapatkan kesempatan untuk mengenyam pendidikan.
Dalam hal ini muncul kesadaran dari pendidikan Islam ulama-ulama yang pada waktu itu juga menyadari bahwa sistem pendidikan tradisional dan langgar tidak lagi sesuai dengan iklim pada masa itu. Maka dirasakanlah akan pentingnya memberikan pendidikan secara teratur di madrasah atau sekolah secara teratur.
Hal ini merupakan jalan untuk maju dan berpartisipasi di madrasah madrasah Islam dengan terus mengadakan pembaruan, dengan memasukkan ilmu-ilmu pengetahuan Barat ke dalam kurikulum, maka muncullah tokoh-tokoh pembaruan di Indonesia yang mendiikan sekolah Islam di man-mana. 
Pesantren dan Madrasah sebagai Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia. Menurut asal katanya, pesantren berasal dari kata santri yang mendapat imbuhan awalan pe dan akhiran an yang menunjukkan tempat. Dengan demikian, pesantren artinya tempat para santri. Sedangkan menurut Sudjoko Prasodyo, “ pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama, umumnya dengan cara non klasikal, dimana seorang kiai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama abad pertengahan, dan para santri biasanya tinggal di asrama dalam pesantren tersebut. Dengan demikian dalam lembaga pendidikan Islam yang disebut pesantren tersebut, sekurang-kurangnya memiliki unsur-unsur seperti: kiai, santri, masjid, sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan dan pondok atau asrama sebagai tempat tinggal para santri serta kitab-kitab klasik sebagai sumber atau bahan pelajaran.
Dari perspektif kependidikan, pesantren merupakan satu-satunya lembaga kependidikan yang tahan terhadap berbagai gelombang modernisasi. Dunia Islam, tidak banyak lembaga-lembaga pendidikan tradisional Islam seperti pesantren yang mampu bertahan. Kebanyakan lenyap setelah tergusur oleh ekspansi sistem kehidupan umum atau sekuler. Nilai-nilai progresif dan inovatif diadopsi sebagai suatu strategi untuk mengejar ketertinggalan dari model pendidikan lain. Dengan demikian pesantren mampu bersaing dan sekaligus bersanding dengan sistem pendidikan modern.
Sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren pada dasarnya hanya mengajarkan agama, sedangkan kajian atau mata pelajarannya ialah kitab-kitab dalam bahasa Arab (kitab kuning). Pelajaran agama yang dikaji di pesantren ialah Al Qur’an dengan tajwid dan tafsirnya, aqa’id dan ilmu kalam, fiqih dan ushul fiqih, hadis dan mustalahul hadis, bahasa Arab dengan ilmunya, tarikh, mantiq, dan tasawuf, serta ilmu-ilmu agama yang lain.[5]















BAB III
ANALISIS

Dalam hal ini penulis menganalisa kebijakan kelembagaan pendidikan pada zaman rosulullah hingga zaman sekarang. Yang mana pada kebijakan mengenai kelembagaan pendidikan tentunya akan berpengaruh pada kemajuan dan menjadikan lembaga pendidikan tersebut lebih bermutu. Kebijakan dari seorang pemimpin tentunya berpengaruh besar dalam mengarahkan kebijakan lembaga pendidikan.
1.      Kebijakan kelembagaan pendidikan Islam pada zaman Rosulullah Saw yakni pembeljaran dakwahnya secara diam-dian dan tersembunyi. Hal ini dilakukan karena agama Islam belum diterima oleh masyarakat Mekkah. Pada waktu itu Nabi Muhammad Saw belum menjadi kepala Negara, sehingga dalam memberikan ilmu secara sembunyi. Salah satunya di rumah al-Arqam. Secara tidak langsung, strategi yang yang dilakukan oleh Rosulullah Saw sangat baik. Perlahan-lahan, namun pasti. Sehingga jumlah kaum muslimin bertambah dan meyakini kebenaran ajaran yang dibawa oleh Rosulullah Saw.
Dengan tujuan mulia, untuk mengembangkan misi dakwah, Rosulullah Saw melakukan hijrah ke kota Madinah. Masyarakat Madinah pun menyambut Rosulullah Saw dengan terbuka dan senang hati. Tidak butuh waktu yang lama, ajaran agama Islam diterima dengan baik oleh masyarakat Madinah. Sehingga Rosulullah Saw melakukan dakwahnya secara terang-terangan. Kemudian lahirlah sebuah Piagam Madinah, yang mengatiur kehidupan masyarakat Madinah.
2.      Kebijakan lembaga pendidikan pada masa Khulafaur Rasyidin.
a.       Pada masa Abu Bakar, kebijakan dakwahnya ada kesamaam dengan Raosulullah Saw. Berbagai upaya yang dilakukan oleh Abu Bakar untuk menegakkan ajaran agama Islam sesuai dengan dakwah yang dilakukan oleh Rosulullah Saw.
b.      Pada masa Umar bin Khattab, pendidikan sudah mulai berkembang dan maju. Kebijakan yang dilakukan oleh Umar bin Khattab sangat efektif. Berbagai macam ilmu pengetahun benar-benar dikembangkan dan gaji guru lebih diperhatikan. Sehingga pendidikan menjadi prioritas utama dalam menegakkan ajaran agama Islam.
c.       Pada masa Usman bin Afwan pendidikan sedikit kurang diperhatikan. Kebijakan pendidikan diserahkan kepada rakyatnya. Sehingga pendidikan kurang bisa berjalan dengan baik. Beberapa permasalahan, karena terjadi kesenjangan di bawah pemerintahan Usman bin Afwan. Seperti halnya pengangkatan gubernur atau kepala pemerintahan dari anggota kelurga.
d.      Pada masa Ali bin Abi Thalib, kebijakan lembaga pendidikan jauh dari harapan. Karena pada masa pemerintahan Ali, tidak sempat mengurusi lembaga pendidikan. Hal ini dikarenakan sering terjadi pemberontakan-pemberontakan kepada Ali.
3.      Kebijakan kelembagaan pendidikan di Indonesia pada awalnya di bawah naungan pesantren-pesantren. Berbagai macam ilmu agama dapat diperoleh di pesantren. Meskipun terkesan tradisional dalam pembelajaran di pesantren, akan tetapi pendidikan di pesantren tidak lepas dari pendidikan akhlak atau pendidikan moral bagi santri. Pendidikan agama menjadi kebutuhan penting dalam kehidupan sehari-hari. Seorang santri benar-benar patuh kepada kyai atau ustadz yang ada di pesantren.
Namun berbeda konsep kebijakan pendidikan ketika colonial datang ke Indonesia. Sedikit banyak suah mengalami perubahan. Metode yang diajarkan sudah modern, sehingga suasan belajar meniru budaya barat. Materi yang di ajarkan pun lebih bersifat umum.
Dengan demikian akan lebih baik baik, pendidikan yang sekarang ini dapat digabungkan antara metode dahulu dan yang sesuai dengan perkembngan zaman. Materi-materi umum juga sangat perlu, dengan dibarengi pendidikan moral agar generasai saat ini memiliki sikap sopan santun kepada masyarakat dan Negara.













BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
 Ilmu pendidikan Islam pada masing-masing fase Mekkah dan Madinah memiliki persamaan dan perbedaan, fase Mekkah ada dua lembaga yaitu ruamah Arqam bin Arqam dan Kuttab, sedangkan di Madinah, lembaga pendidikan adalah rumah para sahabat yang multi fungsi.
 Pendidikan pada masa khalifah Abu Bakar tidak jauh berbeda dengan pendidikan pada masa Rasulullah. Pada masa Umar bin Khatab, pendidikan sudah lebih meningkat di mana pada masa Umar bin Khatab guru-guru sudah mulai diangkat dan digaji untuk mengajar ke daerah-daerah yang baru ditaklukan. Pada masa Utsman bin Affan, pendidikan di daerah-daerah diserahkan pada rakyat dan sahabat tidak hanya terfokus di Madinah saja, tetapi sudah dibolehkan ke daerah-daerah untuk mengajar. Pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib, pendidikan kurang mendapat perhatian, ini disebabkan pemerintahan Ali selalu dilanda konflik yang berujung kepada kekacauan.
  Sistem pendidikan di Indonesia lebih banyak bersifat klasikal. Pembelajaran lebih banyak tentang agama. Hal ini dilakukan pada pesantren-pesantren yang ada di Indonesia. Akan tetapi sedikit berubah ketika para kolonial datang ke Indonesia. Pembelajaran ala dunia barat dan materi yang diajarkanpun bersifat umum, pengetahuan tentang duniawi. Dengan demikian kebijakan kelembagaan pendidikan tergantung pada masa saat itu.

B.     Saran
Kebijakan kelembagaan dalam pendidikan haruslah seimbang dengan kondisi zaman. Era globalisasi pada saat ini terus berubah dengan cepat. Manakala pendidikan kita tidak mengikuti zaman, tentunya akan tertinggal jauh dengan pendidiakan di Negara lain. Kebijakan yang baik akan memberikan dampak positif pada lembaga pendidikan tersebut. Oleh karena itu, visi dan misi dalam sebuah lembaga pendidikan haruslah jelas. Agar tujuan pendidikan dapat berjalan dengan baik.
















DAFTAR ISI

Sugiono, Metodo Penelitian Pendidikan, (Bandung; Alfabeta, 2008),

Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2008

Mukhtar, Abdul Khalik, ‘Hadist Nabi dalam Teori dan Praktik. Yyogyakarta: TH Press, 2004

                     




[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan di akses pada tanggal 14 Desember 2016 pukul 17.35 W.I.B
[2] Sugiono, Metodo Penelitian Pendidikan, (Bandung; Alfabeta, 2008), hal.55
[3] Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, hal, 87
[4] Mukhtar, Abdul Khalik, ‘Hadist Nabi dalam Teori dan Praktik. Yyogyakarta: TH Press, 2004