Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan serta yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU No. 20 Tahun 2003 tentang SIKDIKNAS).
Kata karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” (menandai) dan
memfokuskan, bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan
atau tingkah laku. Oleh sebab itu, seseorang yang berperilaku tidak jujur,
kejam, atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara
orang yang berperilaku jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang
berkarakter mulia. Jadi stilah karakter erat kaitannya dengan personality
(kepribadian) seseorang. Seseorang bisa disebut orang yang berkarakter (a
person character) apabila perilakunya sesuai dengan kaidah moral.[1]
Peserta didik merupakan elemen yang terpenting di antara
elemen yang lain (termasuk elemen situasi belajar dan proses belajar). Ini
bukan berarti faktor manusia (peserta didik) lebih penting dari poses belajar dan siuasi belajar, tetapi
yang jelas tanpa hadirnya faktor peserta didik
tidak mungkin akan terjadi peristiwa belajar atau interaksi belajar
mengajar di lembaga pendidikan formal, nonformal maupun informal.[2]
Setiap manusia menginginkan keberhasilan dalam mencapai
cita-citanya, terlebih dalam urusan pendidikan. Sebagai orang tua tentunya
memperhatikan karakter pendidikan yang sesuai dengan anaknya. Hal ini bertujuan
untuk mengetahui bakat, minat dan kemampuan anak itu sendiri. Orang tua
berperan penting dalam menentukan pilihan pendidikan, namun tidak perlu memaksa
ataupun mendikte sebagaimana kehendak orang tua itu sendiri. Perubahan zaman
tentunya diikuti dengan perubahan sistem pendidikan.
Anak-anak adalah generasi yang akan menentukan nasib bangsa
pada kemudian hari. Karakter anak-anak yang terbentuk sejak dini akan sangat
menentukan karakter bangsa pada kemudian hari. Karakter anak-anak akan
terbentuk baik, jika dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya mereka
mendapatkan cukup ruang untuk mengekspresikan diri secara leluasa. Oleh karena
itu, pendidikan karakter dan wawasan kebangsaan memang kian penting bagi siswa.[3]
Nasib suatu bangsa sangat ditentukan oleh generasi anak-anak.
Sementara untuk mendidik karakter anak-anak ditentukan dari faktor pendidikan
baik formal maupun non formal. Karakter anak-anak dapat dilihat dalam
kesehariannya, tidak hanya ketika berada di lingkungan sekolah saja namun
karakter anak-anak dapat juga dilihat dilihat ketika berada diluar sekolah.
Pengawasan oleh guru ketika berada di sekolah terhadap anak-anak dapat
diketahui dan terkontrol secara langsung, hal ini menjadi tanggung jawab
seorang guru untuk mendidik anak-anak. Upaya yang dilakukan seorang guru juga terbatas
dalam mendidik dan mengawasi karakter anak-anak secara keseluruhan.
Hakikatnya pendidikan karakter sangatlah penting terhap
tumbuh kembang anak. Selain guru dalam mendidik karakter anak, peran orang tua
juga sangat penting. Tanggung jawab orang tua untuk mendidik anak adalah
kewajiban yang tidak boleh diabaikan. Waktu yang lebih banyak dihabiskan oleh
anak-anak adalah di lingkungan keluarga, maka peran orang tua dalam melihat
serta mengawasi sikap dan pergaulan anak-anak dapat dikontrol secara langsung.
Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas), Mohammad Nur dalam
peringatan Hardiknas yang bertema “Pendidikan Karakter untuk Membangun
Peradaban Bangsa”, mengatakan bahwa pembangunan karakter dan pendidikan
karakter menjadi keharusan karena pendidikan tidak hanya menjadikan peserta
didik cerdas. Pendidikan karakter juga untuk membangun budi pekerti dan sopan
santun dalam kehidupan.[4]
Dalam kedidupan bermasyarakat seseorang yang memiliki
kepintaran memang dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan. Seperti halnya
contoh kecil saja dalam kehidupan sehari-hari, orang yang pintar namun tidak
memiliki jiwa sosiial mapun tidak bisa menghargai sesama. Bukan berarti orang
yang pintar adalah orang yang paling unggul. Masyarakat juga membutuhkan seseorang
yang memiliki karakter dan alkhlak yang baik. Kepintaran yang dimiliki
seseorang tanpa diiringi dengan akhlak yang mulia, bisa terjadi akan menjadi
masalah baik masalah untuk dirinya maupun orang lain.
Sebagian masyarakat sudah beranggapan bahwa mustahil
menerapkan pendidikan karakter di negara kita, karena sudah banyak para pejabat
pemerintahan yang melakukan tindak korupsi. Hilangnya kepercayaan masyarkat
kepada pemerintah karena ketidakjujuran atau kurangnya transparansi dalam
mengatur dan mengelola negara. Sebuah pemikiran yang terlalu pesimis, karena
kita masih memiliki generasi muda untuk dididik dengan pendidikan
karakter. Mereka para generasi muda yang
membutuhkan uluran tangan, bimbingan moral yang siap menghadapi tantangan
zaman. Para generasi muda dipersiapkan dengan sebaik-baiknya, tidak hanya
cerdas secara akal, tetapi juga karakternya.
Pembinaan nilai-nilai karakter di sekolah dapat dilakukan
secara terintegrasi melalui manajemen sekolah. untuk itu, pembinaan nilai-nilai
karakter dapat dilaksanakan melalui berbagai komponen dalam manajemen sekolah
itu sendiri, yaitu sebagai berikut.[5]
A. Kurikulum dan
pembelajaran
Dalam
Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk semua mata pelajaran
pada jenjang pendidikan ditegaskan bahwa sekolah diberikan kewenangan untuk
sepenuhnya mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang
dimplementasikan sesuai dengan kondisi dan kemampuan sekolah atau
daerah/masyarakat. Standar isi merupakan standar minimal yang telah mengandung nilai-nilai karakter peserta
didik atau lulusan.
Di akhir proses pembelajaran, suatu hal yang harus diperhatikan, yakni penyelenggara pendidikan melakukan penilaian belajar kepada peserta didik. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 pasal 66 (1) menyebutkan bahwa penilaian hasil belajar bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran.
B. Pendidik dan
tenaga kependidikan
Pendidik dan
tenaga kependidikan pada dasarnya adalah manusia biasa yang diciptakan oleh
Allah Subhanallahu Wa Ta’ala dan diberikan rahmat yang sempurna secara
bio-psiko-spiritual atau sempurna secara lahiriah dan batiniah (jasmani dan
rohani). Sebagai profesi, pendidik atau guru dan tenaga kependidikan (kepala
sekolah, karyawan) diatur oleh pemerintah dengan berbagai kebijakan sehingga
disebut sebagai pendidik atau tenaga kependidikan yang memenuhi standar, yaitu
standar untuk melaksanakan profesinya (jabatan/tugasnya).
Oleh karena itu, dalam upaya menanamkan nilai-nilai karakter atau perilaku kepada peserta didik, maka seorang pendidik dan tenaga kependidikan harus memiliki etos kerja yang positif serta berkepribadian dan berakhlak mulia baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah.
C. Peserta didik
Program
pembinaan peserta didik telah diatur dalam Permendiknas No. 39 Tahun 2008
tentang Pembinaan Kesiswaan. Dengan demikian sekolah diharapkan memiliki
program-program atau kegiatan yang dapat mengantarkan peserta didik memiliki
kompetensi, keahlian dan mampu bersaing atau berprestasi baik dalam bidang
akademik maupun non-akademik.
Upaya yang dilakukan oleh seekolah dalam penanaman nilai-nilai perilaku peserta didik (karakter) dapat diintegrasikan dalam setiap kegiatan kesiswaan atau dengan kegiatan khusus yang dapat membentuk karakter peserta didik. Hal ini bertujuan untuk mengambangkan karakter, kepribadian, kedisiplinan, bakat dan minat peserta didik.
D. Sarana dan
prasarana
Untuk membentuk peserta didik yang memiliki karakter, maka lembaga sekolah juga perlu menyiapkan sarana dan prasarana untuk menunjang proses pembelajaran. Dengan adanya faktor pendukung tersebut, peserta didik diharapkan mampu melaksanakan proses pembelajaran dengan maksimal. Fasilitas tersebut meliputi ruang kelas, perpustakaan, laboratorium, tempat ibadah, halaman sekolah, kantin, tempat parkir dan toilet sekolah.
E. Pembiayaan
pendidikan.
Setiap kegiatan tentunya membutuhkan biaya. Begitupun dengan sekolah, setiap tahun pelajaran akan dimulai pihal sekolah tentunya menyiapkan Rencana Kerja Syarat (RKS) dan Rencana Kerja Anggaran Sekolah (RKAS). Kepala sekolah menghitung biaya yang akan dikeluarkan untuk kegiatan pendidikan karakter.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa untuk mewujudkan peserta didik yang
berkarakter dibutuhkan kerja keras dan tanggung jawab oleh seluruh warga
sekolah. Penanaman nilai-nilai karakter terhadap peserta didik dapat dilakukan
secara menyeluruh. Di awali dengan kurikulum terintegrasi atau terpadu baik
dalam proses pembelajaran maupun dalam kegiatan siswa. Beberapa fktor yang
dibutuhkan untuk menunjang pendidikan yang berkarakter yakni pendidik, sarana
dan prasarana dan biaya. Sehingga peran pemerintah dan lembaga pendidikan
saling mendukung sistem pendidikan, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan
dengan baik dan maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hadis
& Nurhayati, Psikologi dalam Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2010)
Ani Sopiani, Sukses
Menjadi Pendidik KarakterSiswa (Depok : Literatur Media Sukses, 2012)
Zubaedi, “Desain
Pendidikan Karakter” , (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2012)
[1] Zubaedi,
“Desain Pendidikan Karakter” , (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2012), cet. Kedua, 12.
[2] Abdul
Hadis & Nurhayati, Psikologi dalam Pendidikan (Bandung: Alfabeta,
2010), cet. Kedua, 16.
[3] Ani
Sopiani, Sukses Menjadi Pendidik KarakterSiswa (Depok : Literatur Media
Sukses, 2012), cet. Kedua, 1.
[4] Ibid.,2.
[5]
Ibid.,16.